Selasa, 24 Juni 2008

Mulai hari ini, kita akan mendiskusikan tentang gagasan dasar Jazz Impromptu
The
Family Theraphy
Menciptakan Ketenteraman Hidup
Berpangkal pada Kebudayaan Indonesia
Saya OKE - Kamu OKE
Ketika Hidup dimulai pada Usia 40 Tahun

"Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, tidak pantas untuk dijalani", demikian kata Sokrates (399 SM). Ungkapan tersebut dimaksudkan untuk menggugah manusia agar memanfaatkan waktu hidupnya demi kemaslahatan umat manusia yang sebesar-besarnya. Dengan demikian waktu demi waktu yang dijalani oleh manusia bisa diberi makna sepenuhnya.

Akan tetapi, karena hidup manusia bukan hanya sebagai individu melainkan juga sebagai makhluk sosial, yang, dengan sendirinya ber-relasi dengan yang lainnya, maka mau tidak mau setiap manusia perlu menghayati kodratnya tetapi juga peranan lingkungannya baik yang namanya keluarga maupun berupa lembaga masyarakat yang lebih luas.
Periode waktu, tingkat perkembangan ego state, serta pertumbuhan dan perkembangan umum secara sehat akan sangat mempengaruhi perjalanan hidup seseorang.
Umur 0 - 6 bulan disebut awal masa oral, masa dimana anak memerlukan makanan dan perhatian yang cukup. Karena ia kecil, tak berdaya, maka semua kebutuhan makan dan perhatian harus datang dari orang lain. Bisa ibunya, ayahnya, pengasuhnya, kakek, nenek, atau figur orang tua lain yang berada disekitar dia.

Umur 6-18 bulan disebut akhir masa oral. Pada masa inilah lahir sikap dan perilaku profesor cilik, dan pada masa ini anak selalu bergerak untuk melakukan eksplorasi atau penjelajahan. Apabila orang tua anak banyak melarang atau menghindarkan anak dari apa yang sedang ia pegang atau mainkan, maka dikemudian hari anak akan mengalami ketakmampuan eksplorasi atau tidak kaya pengalaman. Bisa dicoba, anak pada umur 6-18 bulan yang hanya diberi satu buah jenis mainan, boneka bebek misalnya, dengan anak yang diberi 10 macam mainan yang diganti-ganti, maka akan tampak perbedaan mencolok terutama dalam hal merespon sekitarnya, pun sampai ia dewasa.

Umur 18 bulan-3 tahun adalah merupakan fase anal. Saat itulah mulai munculnya akal anak, terutama untuk memilah-milah atau memisah. Dan pada kenyataannya memang anak umur 2 tahun umumnya mulai disapih, diputus menyu air susu ibu. Apalagi jika pada umur-umur tersebut anak memunyai adik, maka proses pemisahan akan sangat terasa apabila sang ibu tidak memiliki kepekaan akan tetap diperlukannya perhatian dan makan yang baik bagi si anak.
Ketika anak menginjak umur 3-6 tahun, ia berada pada fase genital, yaitu fase dimana imajinasi anak mulai muncul. Pada saat itulah anak-anak mulai menulis skenario hidupnya, akan menjadi apa ia kelak¾sudah diputuskannya pada masa-masa ini. Ketika anak menginjak umur 7-10 tahun, ia masuk kedalam fase latensi, fase dimana anak-anak mulai menunjukkan kegiatan kreatif dan suka berargumen.

Sebagaimana biasanya, dalam hubungan antar manusia¾fase-fase perkembangan tersebut akan sangat menentukan perkembangan berikutnya. Dalam arti bisa semakin baik, atau malah akan dikacaukan oleh ketidaksesuaian pendidikan dari orang tua, atau lingkungan sosial lainnya, juga oleh masalah-masalah jenetika.
Pam Levin, telah melakukan penelitian yang menarik bahwa masa adolesensi merupakan siklus putaran pertama dari tingkat perkembangan anak. Apabila fase-fase tersebut tidak dilalui secara sempurna, maka penyempurnaan akan dilakukan pada siklus kedua dan seterusnya.
Dengan demikian usia 11-12 tahun merupakan usia yang sangat krusial. Karena pada masa 2 tahun tersebut perkembangan manusia sulit dideteksi. Ada semacam kegamangan dan proses perkembangan yang tidak jelas, karena anak disibukkan dengan percobaan menjalankan skenario hidupnya yang sudah ditulisnya saat usia 7-10 tahun.
Jadi ketika seseorang berumur 13 tahun, ia akan kembali ke masa umur 1 tahun. Jika ketika umur 1 tahun itu makanan dan perhatian dari orang tua tidak cukup, maka pada masa ini anak-anak akan mencari kembali makanan dan perhatian yang lebih.
Umur 14 tahun, anak kembali ke umur 2 tahun. Pada masa ini ada kemungkinan dimana "pemutusan hubungan" dengan keluarga akan terjadi. Anak remaja akan lebih banyak mensosialisasikan dirinya di luar rumah atau di luar keluarga. Mereka akan berkelompok dengan anak seusia yang mungkin senasib atau sehobi. Senasib karena perhatian orang tua yang kurang. Sehobi, teruma dalam hal mencari makanan atau restoran yang trendi dan sebagainya. Pemutusan hubungan dengan keluarga biasanya disebabkan juga adanya pengalaman konflik dalam keluarga yang penyelesaiannya hanya dengan materi.

Umur 15 tahun, seseorang akan kembali ke masa usia 3-6 tahun. Masa adolesensi akan mengevaluasi kembali Skenario awal yang sudah ditulisnya dan dapat segera diubah dengan keputusan untuk lebih mandiri.

Umur 16-18 tahun, seseorang kembali ke usia 7-10 tahun. Mereka biasanya dipenuhi dengan argumen-argumen tentang nilai-lilai layaknya seorang remaja mengevaluasi kembali apa yang telah ia miliki dalam ego state PARENT-nya. Fenomena ini, juga tampak atau muncul dalam siklus kehidupan serupa seperti misalnya dalam kehidupan Middle-Escence (process of becoming). Umur 40 tahun merupakan pertanda awal dimulainya siklus baru kehidupan.
Masa adolesensi dimulai seputar 13 tahun plus atau minus 2 tau 3 tahun. Maka siklus waktu middle-escence berubah mulai umur 40 tahun. Maka bagi para manajer, perlu mendiskusikan dan mengidentifikasi tahun-tahun seputar 35-45 tahun sebagai masa-masa yang perlu dipertimbangkan untuk diubah, dievaluasi kembali, atau memulai sesuatu yang baru sama sekali. Pada masa-masa ini, kehidupan manusia mulai stabil, dan biasanya, seseorang mulai meninggalkan perhatian dari dalam dan mempunyai kebutuhan akan perhatian dari luar. Dan mereka mulai berusaha untuk memecahkan masalah hubungan yang tidak dipenuhi ketika masa kanak-kanak dan remaja.
Dus, proses baru sudah mulai. Umur 40, seseorang kembali ke umur 1 tahun. Tubuhnya membutuhkan perhatian khusus dan itu penting. Mencari restauran baru, mencoba anggur, atau keju, belajar membuat kue, tuning up the body, pijat, belajar tenis, dan sexual swinging. Makanan dan perhatian dieksplorasi.
Lalu, pada usia 45 tahun, manusia kembali ke usia 2 tahun. Rudi dan Tuti mulai berusaha keras mempertahankan hubungannya yang telah dirintisnya mulai awal perkawinan atau hubungannya dengan tempat kerja dimana mereka telah mengabdikan diri selama sekitar 15 tahun. Ia merasa jenuh, atau mungkin geram karena selama ini seolah dikekang oleh suami/isteri, atau perusahannya. Kemarahan dan frustrasi berkobar sebagai bentuk usaha mereka untuk mengeksplorasi cara baru bagaimana supaya bisa mandiri, atau berpikir untuk diri sendiri, untuk membuat pilihannya sendiri, dan mengerjakan segalanya tanpa diperintah oleh orang lain.
Usia 50 kembali ke 3-6 tahun. Seseorang kembali menulis script awal yang telah diputuskannya. Menggali kembali dan mencoba beberapa sumber baru untuk mendapatkan perhatian dan makanan, dan kadang merasakan ketakutan diputuskan atau harus mulai memutuskan ikatan simbiose, juga mulai mengevaluasi kembali gaya hidupnya secara menyeluruh. Mungkin harus menjalani terapi, menulis kembali script-nya, memutuskan kembali, mencari ijin dari diri sendiri atas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sebagai pengganti script "jangan menjadi lebih baik". Saatnya juga untuk keluar dari script tragis ke script pemenang. Inilah saatnya seseorang mengubah posisi hidupnya, penggunaan waktu, pola perhatian, dan segala yang perlu diubah selaras dengan perubahan script-nya.
Terakhir, ketika usia 55 seseorang seakan kembali ke 7-10 tahun, dimana manusia sering melihat kembali sistem nilai dasar dan memilih yang manakah bagian PARENT ego state-nya yang masih tetap bisa digunakan atau dibutuhkan, atau untuk ditata kembali disamping nilai-nilai baru yang lebih efektif dan lebih sesuai dengan perkembangan saat ini. Juga kadang-kadang merupakan masa dimana nilai-nilai religi dilihat kembali dan mungkin sekali diaktifkan kembali. Pada usia ini philosopi tentang Mengapa menjadi sangat penting. Mengapa kita ada disini? Apa makna semua ini? Apa maksud kehidupan saya? Apa relevansi sistem keuntungan terhadap mutu kehidupan di bumi?
Sebagai awal mula tingkat perkembangan dan berulangnya siklus adolesensi, tidak setiap orang mendapatkan apa yang ia perlukan, dan mungkin menemukan bahwa dirinya mengedepankan atau mendorong kesamping dan menamainya dengan "Kayumati". Jadi kemenangan awal mungkin mengakhiri akhir kekalahan.

Soedarsono Esthu
0819-0805-1701
Clinical member and provisional teaching member of the
International Transactional Analysis Association.

Kamis, 19 Juni 2008

JAZZ IMPROMTU ITU ADALAH KETERAMPILAN BERPIKIR


PERKUMPULAN BERPIKIR

DEFINISI:

Perkumpulan berpikir adalah suatu tempat untuk praktek dan kesenangan berpikir sebagai suatu kecakapan.

TUJUAN:

Tidak diharuskan memberi jawaban yang benar dan menghadapi berbagai tes. Perkumpulan ini adalah untuk mereka yang ingin menikmati berpikir dan bagi mereka yang ingin memajukan kecakapan dalam berpikir. Berpikir tidak berbeda dengan keterampilan atau hobi yang lain. Kalau Anda ingin memperoleh kesenangan dari situ, Anda harus melakukan upaya tertentu. Anda harus mempraktekkannya dengan sengaja pada tempat tertentu yang disediakan untuk itu.

SYARAT:

Untuk mendirikan atau menjadi anggota suatu perkumpulan berpikir hanya ada satu syarat. Syarat tunggal tersebut ialah Motivasi. Untuk mengetahui motivasi Anda bisa dilakukan pengujian dengan 2 cara:

1. Nilai tunai. Mungkinkah Anda bersedia membayar harga sebungkus rokok setiap minggu untuk kegiatan itu? Atau dengan biaya makan di restoran? Atau senilai 1 karcis bioskop?

2. Nilai prioritas. Apakah kepentingan itu lebih didahulukan dari yang lain? Apakah Anda bersedia pergi ke pertemuan perkumpulan berpikir secara teratur atau hanya untuk mengisi waktu luang di sore hari? Pada point ini mudah dilihat meskipun motivasi merupakan syarat yang terbuka bagi setiap orang, namun merupakan syarat yang agak sulit.

TIPE BERPIKIR:

Tipe berpkir yang digunakan dalam kelompok berpikir adalah mempunyai ciri sebagai berikut:

1. Lebih mengutamakan kebijaksanaan daripada kepandaian.

2. Citarasa yang sesuai dengan pikiran sehat lebih penting daripada dalih intelektual yang sepele.

3. Mementingkan aspek efektifitas, artinya kepraktisannya, bukan aspek intelektual.

4. Bukan tipe berpikir yang digunakan untuk membuktikan diri Anda benar dan orang lain salah.

5. Perkumpulan berpikir bukan tempat untuk adu argumen, adu prasangka, dan mempertahankan sudut pandang Anda.

6. Perkumpulan tersebut adalah tempat untuk eksplorasi yang terbuka terhadap suatu subyek dan penilaian yang jujur.

7. Perkumpulan berpikir adalah untuk orang yang gemar menggunakan pikirannya dengan cara penyelidikan - bukan bagi mereka yang menginginkan tempat tersebut untuk menunjukkan kepintarannya.

8. Penekanannya terletak pada persepsi - pada cara kita melihat sesuatu. Bukan terletak pada proses yang kompleks dalam bentuk matematika atau prosedur lain.

9. Berpikir haruslah netral dan obyektif.

10. Berpikir harus positif dan konstruktif.

11. Humor harus memainkan peranan yang penting. Tak ada alasan mengapa berpikir harus khidmat dan serius.

12. Mementingkan kejelasan dan kesederhanaan.

13. Kesombongan adalah dosa besar.


KEGIATAN:

Tujuan perkumpulan berpikir adalah untuk menyediakan tempat, waktu, dan kerangka demi kesenangan, praktek, peningkatan, dan penerapan kecakapan berpikir. Tahapnya adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari keterampilan berpikir dasar.
2. Mempraktekkan keterampilan itu.
3. Menerapkan keterampilan tersebut.


FORMALITAS DAN DISIPLIN:

Formalitas dan disiplin harus mempunyai nilai utama dalam perkumpulan berpikir. Mungkin ini sangat kontroversial dengan kaidah berpikir kreatif yang mementingkan kelenturan. Formalitas dan disiplin disini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan, pemborosan waktu, dan kekacauan.

Disiplin waktu sungguh penting. Kalau pertemuan cukup 1 jam, pertemuan harus diakhiri persis satu jam. Jika suatu masalah harus dipikirkan 3 menit, lonceng harus dibunyikan dan berpikirpun usai.

ORGANISASI:

Organisasi mempunyai aspek: orang, tempat pertemuan, waktu, acara, komunikasi, dan sebagainya.

ORANG:

Suatu perkumpulan paling baik terdiri dari 6 orang saja.

ORGANISATOR DAN TUAN RUMAH:

Organisator bertanggung-jawab atas pertemuan secara keseluruhan. Ia haruslah orang yang cukup kompeten, efektif, dan pandai bergaul. Organisator boleh mendelegasikan peran berikut: pencatat waktu, juru tulis, dan komunikator. Ia harus memantau seluruh kehidupan perkumpulan itu, jangan digilas. Jika ada anggota yang cukup kompeten dapat dilakukan pergantian 6 bulan sekali. Jika organisator sakit, atau berhalangan haruslah ada penggantinya.

PENGAWAS WAKTU:

Ini adalah peran penting karena pengawas waktu harus akurat dan keras. Pertemuan harus dimulai dan diakhiri tepat pada waktunya. Meskipun harus berhenti di tengah sesuatu yang menarik.

JURU TULIS:


Bertugas mencatat laporan singkat. Ini diperlukan keterampilan khusus. Ringkasan berkisar antara 300-500 kata.

KOMUNIKATOR:

Berperan untuk mengingatkan para anggota mengenai pertemuan berikutnya.

TEMPAT PERTEMUAN:

Yang ideal adalah sebuah rumah. Tempat umum mengurangi formalitas yang penting. Harus di tempat yang sama dan pada waktu yang sama pula. Bukan gagasan yang baik untuk menukar tempat pertemuan. Tetapi tempat cadangan boleh dipakai.

FREKUENSI:

Yang paling baik adalah 2 minggu sekali. Sekali seminggu terlalu sering, sekali sebulan terlalu lama. Harinya harus ditentukan lebih dahulu misalnya setiap Senin minggu pertama dan ketiga.

LAMANYA PERTEMUAN:

Yang ideal, empat pertemuan pertama masing-masing 1 jam. Empat pertemuan berikutnya 1½ jam. Seterusnya berlangsung selama 2 jam. Pada akhir waktu, pertemuan harus diakhiri meskipun tampaknya anggota sedang semangat-semangatnya. Sering ada godaan untuk meneruskan berpikir dan diskusi jika hal itu berjalan dengan baik. Itu suatu kesalahan yang harus dihindarkan, sebab hal itu memindahkan penekanan dari latihan keterampilan berpikir menjadi penemuan pemecahan. Ini jelas mengubah hakikat pertemuan.

TEMU COBA I:

Contoh acara pertemuan pertama adalah sebagai berikut :

Subyek pertemuan adalah kecakapan memusatkan pikiran dengan menggunakan PMI. Singgah pada Plus, kemudian beralih ke Minus, dan akhirnya kearah Interesting. Waktu untuk masing-masing adalah 2 menit. Total 6 menit.

1. Praktek pertama: Kelompok terdiri dari 6 orang. 2 menit untuk Plus, 2 menit untuk Minus, dan 2 menit untuk Interesting. Subyek: Setiap pengendara sepeda motor harus memakai helem.

3. Praktek kedua: Kelompok dibagi menjadi 2, masing-masing 3 orang. Setelah enam menit kelompok bergabung dan melaporkan hasilnya.

Subyek: Mungkin sungguh berguna apabila kita memiliki mata di belakang kepala, seperti di bagian muka. Waktu 6 menit, umpan balik 4 menit. Total 10 menit.

4. Praktek ketiga: Setiap anggota ditugaskan untuk melakukan satu bagian saja. P atau M atau I. Bekerja sendirian selama 2 menit.

Subyek: Sebagai ganti menggonggong, anjing penjaga harus dilatih untuk menekan tombol alat tanda bahaya dengan diam-diam. Waktu kerja 2 menit, umpan balik 4 menit. Total 6 menit.

5. Praktek keempat: Kelompok dibagi 2 masing-masing 3 orang. Masing-masing melakukan PMI selama 6 menit. Setelah berakhir kelompok bertemu untuk membandingkan pemikirannya.

Subyek: Sesudah meninggalkan sekolah, setiap pemuda harus menghabiskan waktunya selama 1 tahun untuk melakukan pelayanan sosial yang terdiri dari: pelayanan masyarakat, kerja rumah sakit, mengajar, dan sebagainya. Waktu kerja 6 menit, umpan balik 5 menit. Total 11 menit.


6. Bagian Diskusi:

Nilai pelaksanaan PMI
Kapan PMI sangat berguna?
Bahaya melakukan PMI
Apakah formalitas PMI tampak aneh pada permulaan?
Apakah keketatan waktu membuat canggung pada permulaan?
Kesulitan bagian Interesting.


Total waktu 10 menit.

7. Praktek kelima: Kelompok terdiri 6 orang melakukan PMI masing-masing 2 menit.
Subyek: Pada setiap pemilihan, setiap orang sebaiknya memiliki dua suara, yang salah satunya dapat digunakan secara negatif, yaitu untuk membatalkan satu suara dari calon yang tidak disukainya.


8. Topik praktek: Setiap anggota menghabiskan waktu tiga menit untuk melihat topik praktis yang dapat digunakan pada kesempatan berikutnya. Tiap individu bebas mengusulkan baik yang serius maupun yang menyenangkan. Dan jurutulis akan mencatat sebagai bahan persediaan.


Waktu kerja 3 menit, umpan balik 4 menit. Total 7 menit.

Dan masih ada lagi keterampilan berpikir lainnya:
1. 60 CorT Eduard de Bono
2. 6 Topi Berpikir
3. 6 Sepatu Bertindak
4. Sur-Petisi

Selasa, 17 Juni 2008

DISAIN PRODUKSI

LOKASI PENYELENGGARAAN
PANGGUNG BESAR YANG OUT DOOR/'OPEN AIR' ATAUPUN IN DOOR

Halaman Parkir Depan Planetarium/Depan Gedung Laskar 66/Depan Kantor Pemadam Kebakaran DKI Jakarta - TIM: Taman Ismail Marzuki, Ataupun Di Dalam Ruangan Concert, atau di tempat lain di seluruh Nusantara.

PENONTON BER-SETTING:
A. Vip Audience
B. Cafe Table Mode
C. Tempat Duduk Penonton Biasa
D. Lesehan's Style

PENGISI ACARA
ARTIST
1. Dramawan
2. Penyair
3. Film & Theatre
4. Penulis Buku
5. Artis Pop, Rock, Dangdut, Latin, Semua Jenis Aliran, Contemporary
6. Jazz Band Groups
a. COMBOS
b. SOLO
c. DUETTO
d. TRIOS
e. KWARTET
f. ORCHESTRATIONS

INVENTORS/PENEMU
Siapapun Yang Menemukan Penemuan-penemuan Dalam Bentuk Apapun Yang Memang Berguna Digunakan/Diterapkan Bagi Khalayak Ramai/Masyarakat Banyak Berupa;
a) FORMULA
b) SYSTEM
c) TECHNOLOGY
d) HUKUM - TATA CARA
e) KARYA-KARYA, DLL

ORATOR
Siapapun Bebas Bicara Tentang Apapun Yang Berfilosofi "Impromptu"

PRESENTATIONS
Siapapun Bebas Mempresentasikan Tentang Apapun Yang Berfilosofi "Impromptu"

PROMOTIONS
Siapapun Bebas Mempromosikan Tentang Apapun Yang Berfilosofi "Impromptu"

SHOW CASE
Siapapun Bebas Memamerkan Tentang Apapun Yang Berfilosofi "Impromptu"

Jumat, 13 Juni 2008

FORMAT PROGRAM


MENCIPTA KOMUNITAS MANUSIA UNGGUL

WAHANA PERTEMUAN SEMUA SEGMEN MASYARAKAT YANG BERKUALITAS UNGGUL
1. Businessman Unggul
2. Birokrat Unggul
3. Politikus Unggul
4. Pelajar Unggul
5. Keluarga Unggul
6. Seniman Unggul
7. Rakyat Unggul

WAHANA PAMER KARYA-KARYA UNGGUL YANG BERMANFAAT BAGI MASYARAKAT LUAS
1. Teknologi
2. Seni
3. Bisnis
4. Sistem
5. Ide-Ide Cemerlang/Brilliant
6. Terobosan Baru
7. Formula Terbaik Untuk:
a. Berbisnis
b. Beradministrasi
c. Ber- Management
d. Bermasyarakat
e. Berpendidikan
f. Ber-Pekerjaan/Employee
g. Ber-Entrepreneur
h. Berpolitik
i. Berideologi
j. Beragama
k. Berperadaban
l. Bersosial
m. Berperikemanusiaan
n. Bermoral. Beradab
o. Berbudaya, Berkesenian
p. Berpertahanan Keamanan Nasional Internasional
q. Berpolitik, Berwarganegara
r. Ber-Nasional - Internasional
s. Ber-Global Networking
t. Ber-Alam Semesta

Kamis, 12 Juni 2008

FILOSOFI "IMPROMPTU"

Memicu Kinerja Otak Secara Spontan; Pikiran Bawah Sadar Aktif Berekspresi Dalam Kondisi Tertekan, Terhimpit, Tertindas – Dasar Penciptaan Mental Manusia Unggul.

Otak Yang Digunakan Adalah Otak Basal Ganglia, Dan Otak Brain Stem; Sehingga Merangsang Manusia Untuk Melakukan Hal-Hal Yang Diluar Kesadaran Kemampuan Biasa Normal Sehari-Harinya.

Kegiatan Yang Dikondisikan Agar Seseorang Mampu Mengalahkan Pikiran Fisiknya, Pikiran Yang Menguasai Sistem Sugesti Keyakinan Yang Terhambat Oleh Angka4, Bahasa, Logika, Reguler, Melampaui Rasionalitas, Dan Membuktikan Diri Sendiri Bahwa Seseorang Mampu Menggunakan Wilayah Otaknya Yang Selama Ini Seumur Hidupnya Barangkali Belum Pernah Menggunakan Model Pikiran Basal Ganglia Dan Model Pikiran Brain Stem.

Akhirnya Seseorang Dalam Menghadapi Permasalahan Apapun Akan Otomatis Mahir Dan Trampil Menangani Masalah Tersebut Dengan Segenap Kekuatan Sub Conscious Dan Super Conscious-Nya; Terbiasa Menjadi Kultur Budaya Manusia Dan Masyarakat Bangsa Yang Unggul Di Segala Bidang, Siap Untuk Berbeda; Siap Ber-Nusantara Indonesia.

Bentuk Penghadirannya; Siapapun Bebas Tampil Di Depan Umum ”Tanpa Konsep Adalah Konsepnya”; Menghadirkan Sebuah Pertunjukan/Performance Apapun Tanpa Persiapan, Tanpa Latihan, Tanpa Notes Ataupun Text. Semuanya Spontan Dalam Tekanan Mental Di Depan Tontonan Tatapan Publik.


YANG POSITIF DARI "IMPROMPTU JAZZ"

Impromptu Adalah Suatu Kondisi Pikiran Yang Terangsang Oleh Tekanan Kepanikan, Dan Ketidaksiapan Mental Untuk Mengahadapi Sesuatu.

Jika Kondisi Tersebut Terjadi Akan Menghasilkan Suatu Mental Respons Yang Bervariasi Dari Seseorang.

Jika Seseorang Terbiasa Menggunakan Wilayah Otak Conscious-nya / Pikiran Sadarnya Maka Ia Akan Merespons Dengan Kelembaman Berpikir Ekspresi Analitikal Empiriknya Dan Ber-Auditory.

Jika Seseorang Terbiasa Menggunakan Wilayah Otak Sub Conscious (Bawah Sadar) Dan Super Conscious Mind-Nya (Super Sadar) Maka Ia Akan Merespons Dengan Refleks Kelembaman Kebiasaan Berpikir Imagery/Visual, Dan Action Kinesthetisnya.

Impromptu Di Jazz Sangat Positif Merangsang Seseorang Untuk Spontan Dan Refleks Mengekspresikan Gerakan Pikiran Dan Langsung Efektif Bergerak Mencari Solusi Pemecahan Masalah.

Impromptu Disegala Bidang Adalah Tujuan Dari Master Project Jazz Impromptu “BW JAZZ NE4XP” Agar Setiap Orang Memiliki Rangsangan Menjadi Manusia Unggul Yang Impromptu Jazz Di Segala Bidang Kehidupan.

MENTAL "IMPROMPTU"

Kemerdekaan Sejati Terjadi Karena Adanya Rangsangan Desakan, Tekanan, Dalam Keterhimpitan Keterbatasan Sarana, Waktu Dan Ketiadaan Rasionalitas Dan Logika; Namun Pikiran Bergerak Ke Arah Mode Pasrah Namun Nekat Bertindak.
Mental Jazz Impromptu Mencipta Setiap Manusia Yang Mengalaminya Akan Memiliki Tingkat Kekuatan Metafisikal Hasil Dari Mekanisme Keberanian Yang Keluar Dari Pikiran Sub Conscious Dan Super Conscious Mind.

Orang Yang Bermental Jazz Impromptu Adalah Manusia Unggul Yang Memimpin Kejiwaan Dan Keberanian Berkarya, Bertindak, Beraksi Sebagai Seseorang Yang Berkarya Di Depan Sebagai Peneladan Bagi Siapapun.

Mencipta Manusia Berkecerdasan Impromptu Jazz; Mental Manusia Unggul Yang Selalu Sukses Praktek Dibidang Apapun.

PENERAPAN MENTAL "IMPROMPTU" UNTUK MENCIPTA MANUSIA UNGGUL, MASYARAKAT UNGGUL, BANGSA INDONESIA UNGGUL

Penerapan Impromptu Terjadi Di Dalam Improvisasi Jazz Yang Tanpa Konsep Tanpa Berpikir Dan Tanpa Basa-Basi.

Jazz Impromptu Meneladankan Sebuah Formula Penciptaan Manusia Unggul Yang "Just Do It" Yang Berorientasi Kepada Berkarya Tanpa Banyak Tetek Bengek, Basa-Basi, Hirarki, Prosedural Yang Justru Menghasilkan Bangsa Yang Malas, Lamban, Kualitas Mental Terbelakang.

Solusi Reverse Lick Improvisasi Jazz Merupakan Pola- Pola Master Project Jazz Impromptu Akan Ditularkan Diteladankan Kepada Setiap Orang, Agar Diterapkan Didalam Setiap Bidang Kehidupan, Agar Memiliki Pemahaman Yang Menyeluruh Dan Merasuki Jiwa Para Pemecah Masalah / Problem Solver, Dan Para Pencipta Hal-Hal Baru/ Para Penemu (Inventors).

Mensosialisasikan Norma-Norma Jazz Impromptu Kepada Masyarakat Luas, Agar Bermental Jazz Impromptu.

Masyarakat Bangsa Indonesia Berkualitas Manusia Unggul Yang Melulu Berkarya Dilandasi Budaya Mental Unggul Jazz Impromptu.

Rabu, 11 Juni 2008

Jazz Impromptu (Bagian 2)

IMPROMPTU’S SPIRITS”


APA ITU "IMPROMPTU"

ARTI KATA, ASAL KATA

Arti Impromptu Dari Bahasa Inggris: "Segala Sesuatu" Yang "Terjadi", "Terhadirkan", "Dihadirkan", "Terwujud", "Terlahirkan", "Ternyatakan" Tanpa Persiapan, Secara Mendadak, Secara Tiba-Tiba, Langsung Di Atas Pentas, Spontanitas Tanpa Konsep, Tanpa Latihan, Tak Terduga, Mendadak, Kebetulan.

DASAR ILMIAH; HINGGA MUNCUL PENTINGNYA AKTIVITAS KEGIATAN "IMPROMPTU"

Impromptu Jazz Memaksimalkan Ekspresi Pikiran; Melibatkan Aktifitas Otak Secara Optimal - Maksimal; Improvisasi Jazz Sebagai Trigger (Pemicu) Munculnya Kekuatan-Kekuatan Bawah Sadar Ke Atas Permukaan Sadar Yang Bermanfaat Bagi Kualitas Mental Manusianya

Sejak Lahir Manusia Memiliki 1 Triliun Sel-Sel Neuron Yang Belum Saling Tersambung Antar synaps2-Nya. Setelah Berusia Dewasa Masih Banyak Sistem Sambungan Synaps2 Yang Belum Juga Terhubung Antar Satu Dengan Lainnya Yang Sangat Menentukan Terciptanya Ketrampilan-Ketrampilan Baru Dalam Menjalankan Hidupnya Yang Seharusnya Wajar. Dan Pada Akhirnya Sangat Menentukan Kualitas Manusia Si Pemilik Otak Yang Belum Tuntas Tersambung Sistem2 Sambungan Antar Synaps2-Nya. Hasilnya Adalah Kualitas Mental Manusia Yang Sangat Bervariasi; Ada Yang Malas, Tukang Protes, Tukang Kritik Tanpa Karya, Ada Yang Kriminal, Ada Yang Licik, Ada Yang Sopan, Ada Yang Mengalah Sok Spiritualistik, Ada Yang Bermuka Tembok/Tahu Malu, Dll.

Otak Manusia Terdiri Dari 3 Lapisan Secara Vertikal Dan 2 Belahan Secara Horizontal. Penggunaan Wilayah2-nya Sangat Menentukan Kualitas Manusianya.

3 Lapisan Vertikal:

Otak Cellebral Cortex, Otak Atas, Otak Auditory, Otak Kulit Luar Atau Otak Sadar (Conscious Mind).

Otak Bassal Ganglia, Otak Tengah, Otak Visual, Otak Bawah Sadar (Subconscious Mind).

Otak Batang, Brain Stem, Otak Kinesthetic, Otak Super Sadar (Super Conscious Mind).

2 Belahan Otak Kiri Dan Otak Kanan:

Otak Kiri (Left Brain), Otak Empiric, Otak Mathematik, Otak Verbal, Languages, Nominal, Dan Sifatnya Cognitive.

Otak Kanan (Right Brain), Otak Imaginasi, Otak Visual, Musik, Gambaran Abstrak, Penciptaan Mental; Sifatnya Psikis.

Dasar Pembentukan Sifat Karakter Manusia Berawal Dari Pemahaman Fungsi Otak Di Atas. Oleh Sebab Itu, Jika Kita Fokus Mendidik Generasi Muda Bangsa, Kita Harus Memiliki Pemahaman Yang Tuntas Mengenai Fungsi Dan Cara Kerja Dari Masing-Masing Bagian Otak Manusia; Yaitu Dengan Merangsangnya Untuk Aktif Hidup Berekspresi.

Dengan Demikian Atas Dasar Ilmu Dan Pemahaman Diatas, Kita Bisa Memprogram Manusia, Masyarakat Dan Bangsa Untuk Menjadi Manusia Yang Unggul.


Senin, 09 Juni 2008

Jazz Impromptu
Bagian 1


BW JAZZ FESTIVAL NE4XP

Regular Event 2 Monthly Of BW Jazz NE4XP Off Air Impromptus

"MANUSIA UNGGUL" - Regular Event 2 MONTHLY CONCERTS

TIM (Taman Ismail Marzuki) - 29, 30, 31 Desember 2008

Pemrograman Karakter Manusia Unggul

Masyarakat Unggul - Bangsa Unggul yang terbaik

UNTUK BER-NUSANTARA INDONESIA

STIMULATIONS FROM “BW JAZZ NE4XP FESTIVAL"

BAYU WIRAWAN JAZZ

NUSANTARA ENLIGHTENMENT

ETHNIC ENERGY EXPLORATION FESTIVAL



BACKGROUND FILSAFAT

Program Penciptaan Karakter Mentalitas Ber-Bangsa Ber-Nusantara Penyakit Yang Sangat Akut Dari Bangsa Dan Masyarakat Indonesia Ini Adalah Ketidakmampuan Untuk Meng-Handle/Menangani (Difference Spirits) Semangat Untuk Berbeda (“Kita Memang Diciptakan Tuhan Berbeda”); Mulai Dari Berbeda Sidik Jari, Berbeda Ukuran Tubuh Dan Jenis Kelamin, Beda Wajah, Berbeda Ras, Beda Ide2 Dan Pemikiran, Berbeda Bahasa, Berbeda Agama, Berbeda Prinsip dan Ekspresi, Berbeda Kebudayaan, Berbeda Dalam Segala Bidang Kehidupan. Bangsa Yang Belum Siap Ber-Bangsa Ber-Nusantara, Belum Siap Ber-Mental Indonesia. Miskin Ajaran Pencerahan Untuk Memahami Bahwa ”Kita Memang Sangat Membutuhkan Ketrampilan/Skill Meng-Handle Kemajemukan Karakter Kesukuan Bangsa; Butuh Pendekatan Yang Sangat ”Berbeda”; Membutuhkan Kualitas Mental Ber-Harmony Dan Ber-Jazz Impromptu Dalam Ruang Ekspresi Yang Komunal/Publik. Sementara Ini Mentalitas Masyarakatnya Sangat Fanatik; Memaksakan Kehendak-Kehendak Ekspresi Personal Ke dalam Ruang2 Komunal/ Publik; Sangat Mengganggu Estetika Dan Etika Ber-Bhineka Tunggal Ika, Ber- Nusantara.

Bumi Nusantara Memiliki Karakter Dan Latar Belakang Masyarakat Yang Sangat Majemuk. Budayanya Sangat Rumit Dan Kompleks. Adat Istiadatnya Beraneka Ragam. Perlu Penanganan Yang Sangat Unik, Berbeda, Genius, Tangguh, Sudah Sangat Membutuhkan Munculnya Manusia2 Unggul.

Untuk Meng-Handle Multi Culture Membutuhkan Skill Yang Siap Dengan Multi Talent Di Segala Bidang.

Tidak Ada Cara Membuka Horizon Yang Aplikatif Selain ‘Membawa’ Kepemilikan Ekspresi Ber-Budaya Nusantara Ini Dalam Penyajian Yang Berbungkus Dengan Filsafat Impromptu Jazz.

Menciptakan Suasana Rangsangan/Stimulasi Agar Terpicu Semangat Ber-Nusantara Berbangsa Yang Majemuk, Timbul Rasa Cinta Tanah Air, Cinta Berbudaya Nusantara Yang Dikelola Dalam Bentuk Rasa Syukur Memiliki Banyak Aneka Ragam Kesukuan Dan Ekspresi Ber-Nusantara; Mengeksplorasi Dan Mengeksploitasi Kemampuan-Kemampuan Bernuansakan Seni Komposisi Ethnic Budaya Nusantara Yang Majemuk.

Mengakomodasi Seluruh Keunikan Dan Keunggulan-Keunggulan Manusia Yang Bermental Berkesadaran Ber-Nusantara.

BW JAZZ NE4XP, adalah Metode Penciptaan Kualitas Manusia Untuk Mampu Ber- Nusantara, Yang Selama Ini Masyarakatnya Belum Memiliki Kualitas Ketrampilan-Ketrampilan Untuk Meng-Handle Perbedaan Dan Kemajemukan Ber-Nusantara - Ber- Indonesia.

Ketidakberdayaan Menangani Perbedaan Di Nusantara, Menjatuhkan Martabat Dan Harga Diri Bangsa. Rakyatnya Terjerumus Miskin Spiritual Dari Filsafat Pemaknaan2 Hidup Agar Berarti Bagi Yang Lain/Sesamanya Yang Selalu Berbeda. Karena Otak Dan Pikirannya Selalu DiDoktrin Oleh Mono Loyalitas Fanatisme2 Buta Di Dalam Agama, Kesukuannya Atau Partai2-Nya Yang Dianggap Hanya Satu-Satunya ‘Evidence’ Dan ‘Existence’ Yang Paling Benar, Dan Yang Harus Ter-Benarkan; Maka Hidup Di Dalam Kepicikan Spektrum Daya Lihat Hidup Dan Ber-Pemahaman Harmony; Berdampak Gersang Iman, Bodoh Mental Permanen, Bebal Moral, Dan Sangat Jauh Dari Pencerahan Rohani Mental Manusia Unggul.

Minggu, 08 Juni 2008


Ad Libitum


masih adakah yang ingin kausampaikan?
”rindu” katamu

jejak rasa yang kausimpan masih membekas
menoreh retak menggores koyak

akan seperti ini teruskah kita tak henti-hentinya berjalan
membuka rasa menduga-duga

kenapa tak kautakan saja
supaya semua menjadi nyata

keretamu telah berangkat
kenangkan aku selama perjalanan
jika nanti pulang jangan lagi berkata ”tidak”

Rabu, 04 Juni 2008


Rembulan lan Srengege

wis suwe dak anti-anti, godong turi dadi trembesi

dak luru terus turut lurung,

nanging kang ana mung godong lembayung

kadingaya temen aku nganti gemblung,

yen digagas sangsaya agawe wuyung

dik, wis suwe aku tansah gegandrung, nenangi rasa kang wus kadung

ora sembada nanging tambah bingung

nganti sasen-sasen dadi tahun, kok yo getun kok yo destun

rasane kaya kamanungsan, dadi atiku kaya ketaman

sajak ewuh mbuh ra weruh, wola-wali tansah dak rasa

amarga mankono aku dadi gila

ora ana wong kang coba ngerti, yen kabeh kedadeyan bakal gumanti

ana padang ana peteng, kang ilang agawe emeng

dadi palupi kuta saindeng, siji-siji ning uga bareng

mangkono linuding kidung, mbanyu mili datan dumunung

sangsaya adoh sangsaya agung, amung kita kang bisa mbendung

rasaku tansah kapang-kapang, wiwit esuk nganti srengege gumlewang

ing kulon langit saya abang, agawe atiku melang-melang

wis rada suwe aku ngayahi tugas, nanging kabeh tan ana kang tigas

mung setengah-setengah, sangsaya suwe sangsaya agawe susah

mbuh kapan bisa kabengkas, supaya uwal saka rasa was-was

Selasa, 03 Juni 2008


Jazz Impromtu itu adalah Kebudayaan yang Berkejiwaan


Kebudayaan

Inggris: culture; dari bahasa Latin cultura¾dari colere (mengolah, mengerjakan tanah)

Beberapa pengertian

Kebudayaan merupakan seluruh nilai material dan spiritual yang diciptakan atau sedang diciptakan oleh masyarakat selama sejarah.

Kebudayaan semula berarti pengolahan dan pengembangan kemampuan-kemampuan manusiawai yang melampaui keadaan alamiah semata (kebudayaan sebagai pendidikan rohani). Dunia kuno dan Abad Pertengahan menyebut ini sebagai humanitas, serta civilitas. Dalam abad ke-17 dan ke-18 konsep kebudayaan diperluas.

Pada saat ini kebudayaan dipakai untuk mengartikan apa yang manusia tambahkan pada alam, entah di dalam dirinya sendiri ataupun dalam obyek-obyek lain (kebudayaan sebagai jumlah keseluruhan benda-benda kebudayaan). Dengan demikian, kalau alam menandakan apa yang lahir bersama manusia dan apa yang ada di luar dirinya tanpa kerja samanya, kebudayaan mencakup segala sesuatu yang merupakan akibat dari aktivitas manusia yang sadar dan bebas. Bagaimanapun majunya manusia dalam mengembangkan kebudayaan namun pada akhirnya tetap berakar dalam alam; dan kebudayaan menemukan tujuannya yang tepat dalam kepenuhan dan kesempurnaan kodrat manusia; sementara alam merupakan determinan hakiki bagi arah dan luasnya aktivitas kebudayaan. Suatu perkembangan kultural yang bertentangan dengan hakikat manusia, tidak benar, tetapi semata-mata merupakan kebudayaan yang salah.

Istilah kebudayaan adakalanya digunakan untuk merangkum semua ungkapan kreatif manusia dalam semua bidang usahanya. Kadang kebudayaan dibatasi pada ungkapan kreatif dalam bidang artes liberales (pengetahuan humaniora). Dalam arti kedua, istilah ini kadang kala diperluas ke pengembangan kepribadian. Walaupun istilah itu digunakan baru abad ke-18, terdapat anteseden-antesedennya pada zaman Yunani.

Beberapa pembedaan

Tergantung apakah aktivitas kultural tertentu terarah langsung atau tidak pada pribadi manusia dan kesempurnaannya, atau pada obyek-obyek yang ada secara independen darinya, maka dibuat suatu pembedaan antara kebudayaan personal (seperti bahasa, kehidupan komunitas, ilmu, moralitas, agama) dan kebudayaan material (seperti teknologi, seni). Meskipun begitu, sebagaian besar aktivitas budaya sesungguhnya mencakup kedua bidang tersebut. Sementara kebudayaan dalam arti yang lebih luas mencakup baik moralitas maupun agama, dalam arti yang lebih sempit ia berpijak pada keduanya. Dan kemudian kebudayaan menunjuk perkembangan budaya yang terarah kepada tujuan-tujuan di dunia ini. Kebudayaan yang semata-mata material serta eksternal disebut (paling sedikit di Jerman) sebagai peradaban (sivilisasi). Ia berfungsi sebagai landasan kebudayaan rohani, internal. Sejauh peradaban dikembangkan dengan mengorbankan kebudayaan batin, peradaban belum merupakan kebudayaan sepenuhnya dan sesungguhnya bertentangan dengan kebudayaan sejati.

Perlu juga dicatat bahwa hanya benda-benda kebudayaan eksternal dapat diwariskan. Benda-benda budaya ideal dan personal harus diperoleh secara baru oleh setiap generasi. Pemilikan kebudayaan hanya dapat diperoleh sebagai hasil dari uasaha keras. Namun, waktu senggang juga sangat perlu bagi perkembangan umum daya manusia. Waktu senggang jauh lebih dari sekadar waktu bebas belaka. Waktu bebas ialah waktu yang dibiarkan berlalu tanpa kerja. Selanjutnya waktu senggang mengandaikan bahwa kebutuhan-kebutuhan material-pokok dari manusia diperhatikan. Atau, sejauh ini mungkin, waktu senggang mengandaikan manusia secara bebas menentukan untuk tidak memuaskan beberapa diantara kebutuhan-kebutuhan itu.

Kebudayaan semata-mata merupakan hasil kerja sama individu dalam masyarakat/komunitas manusiawi. Dari sumbangan kebudayaan-kebudayaan nasional yang berbeda, muncul suatu kebudayaan manusia umum yang kemungkinannya dokondisikan oleh kemampuan bahasa bagi manusia untuk terus hidup.

Pandangan beberapa filsuf

Plato dan Aristoteles dalam Akademi dan Liseum mendirikan pusat-pusat produksi transmisi bentuk-bentuk kebudayaan dalam arti kedua di atas.

Mashab Zynicisme, ketika beralih dari masyarakat manusia ke alam, menganggap kebudayaan manusia dalam kedua arti diatas sebagai merosot dan rusak. Kaum Stoa membatasi kodrat tanggapan mereka pada masyarakat. Tetapi dalam Stoisme muncul suatu pengertian mengenai kebudayaan dunia. Kita adalah warga alam semesta, dan tidak melulu warga negara-kota kita.

Ideal-ideal kebudayaan Yunani dilestarikan sejak zaman Alcuin, meski Boethius dan lain-lain menempatkan kota itu ke dalam Septem Artes Liberales (Tujuh Mata Pengetahuan Umum) yang terdiri atas Trivium dan Quadrivium. Trivium terdiri atas gramatika, dialektika, dan retorika. Sedangkan Quadrivium meliputi aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.

Paham romantik tentang kebudayaan dengan istilah-istilah yang genius, dan penghalusan kepekaan estetik, kabarnya sudah dikemukakan oleh Immanuel Kant dalam Kritik Atas Putusan.

Pidato oleh Herder dilihat sebagai bagian penting dalam perkembangan kebudayaan.

Saint Simon membedakan antara critical epochs (jaman kritis) dan organic epochs (jaman organik) dalam hal perubahan budaya.

Fichte percaya bahwa tujuan manusia ialah mengembangkan suatu kebudayaan dunia etis.

Hegel, dengan mengembangkan ide Roh sebagai tema sentral filsafatnya, menjadikan ide kebudayaan suatu objek yang jauh lebih dperhatikan dibandingkan sebelumnya.

Schlegel memandang vitalitas kebudayaan sebagai tergantung pada campuran ilmu dan kehidupan.

Matthew Arnold merupakan rasul kebudayaan abad ke-19. Dia mengidentikkan kebudayaan dengan kesempurnaan total dan memberinya peran untuk mengatasi kekasaran dan kebuasan masyarakat.

Spengler membedakan kebudayaan dari peradaban. Kebudayaan, dinggap sebagai kemungkinan-kemungkinan vital dari suatu masyarakat. Peradaban dilihat sebagai melulu bentuk lahiriah pencapaian kemungkinan-kemungkinan itu.

Para sosiolog berbeda pandangan mengenai apakah kebudayaan dan peradaban harus dpahami sebagai identik. E. B. Taylor menganggap kedua konsep itu sebagai identik, dan meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan adat istiadat. Alfred Weber membedakan istilah-istilah itu. Kebudayaan dipertalikan dengan filsafat, agama dan seni, dan peradaban dengan ilmu dan teknologi.

Plekhanov, dengan mengangkat konsepsi materialis tentang sejarah, berpandangan bahwa produk budaya suatu bangsa tergantung pada substruktur ekonominya.

Huizinga menekankan unsur bermain di dalam kebudayaan.

Sementara itu Van Peursen, mendekati kebudayaan sebagai hal yang lebih pragmatis namun masih dalam wilayah filosofis. Ia mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu bentuk berupa strategi untuk survive dalam hidup. Ia berpijak dengan cara menarik silsilah (matarantai spiritual). Kebudayaan sebagai strategi lahir atau maujud manakala terjadi ketegangan antara yang imanen dan yang transenden dalam diri manusia. Hasilnya adalah 3 sikap kebudayaan yang permanen tetapi bisa berubah-ubah menurut situasinya. Ketiga sikap itu adalah; sikap mitis, ontologis, dan fungsional. Pembagian urutan tersebur memang berdasarkan sejarah kebudayaan manusia. Dimana pertama-tama kebudayaan manusia berupa mempercayai atau mengimani begitu saja apa-apa atau segala sesuatu yang menghidupinya. Seperti misalnya dalam kebudayaan kuno dimana manusia menyembah matahari, pohon, batu, dan sebagainya. Tetapi perkembangan selanjutnya, seperti dalam cerita Ibrahim, yaitu apa yang dia sembah ternyata bisa hilang, maka dengan kemampuan aqliyah-nya, persepsinya yang seperti itu tadi disebut Van Peursen sebagai sikap ontologis. Pada tahap ketiga, sikap kebudayaan Van Peursen disebut sikap fungsional, yaitu sebuah sikap dimana segala sesuatu yang bisa dibuat fungsional untuk memenuhi hidupnya, akan diperlakukan manusia seperti itu.

Hofstede memilih tujuh konsep yang berkaitan dalam kebudayaan; yaitu kepribadian (personality), nilai (value), sikap (attidute), keyakinan (beliefs), stereotip (stereotypes), norma (norms), dan kebudayaan (culture). Menurutnya ketujuh konsep ini bisanya digunakan untuk mendefinisikan mental programming manusia. Secara singkat, yang dimaksud dengan mental programming ialah hal-hal yang ada pada diri seseorang, yang bersama-sama mempunyai pengaruh pada perilaku seseorang. Hofstede melihat ada tiga taraf keunikan dalam pemrograman mental manusia. Pertama, taraf yang universal. Taraf ini dimiliki oleh semua atau hampir semua orang. Kedua, taraf kolektif, yang dimiliki oleh sekelompok orang tertentu, tetapi tidak oleh orang dari kelompok lain. Ketiga, taraf individual, yang dimiliki oleh perorangan secara unik. Dengan pengertian ini Hofstede menggambarkan hubungan diantara ketujuh konsep tersebut menurut derajad kespesifikannya yang relatif satu terhadap yang lainnya, dalam rangka kecenderungan yang lebih individual atau kolekif. Dengan menggunakan kerangka anteseden-konsekuensi, bisa dilihat mana yang paling saling berpengaruh dan mempengaruhinya. Hofstede telah sampai pada kesimpulan bahwa; nilai ternyata lebih spesifik terhadap situasi dibanding dengan kepribadian. Namun ternyata nilai tersebut lebih umum sifatnya dibanding dengan sikap dan keyakinan. Dengan demikan tampaklah bahwa nilai dipengaruhi atau terbentuk oleh kepribadian seseorang dan atau oleh norma-norma kebudayaan. Dengan demikian norma-norma kebudayaan adalah merupakan hal yang sangat kuat mempengaruhi seseorang dalam hal kepribadian, nilai, sikap, keyakinan, stereotip, dan norma. Kesimpulannya ialah konsep-konsep kebudayaan sangat penting untuk digunakan sebagai alat atau tools untuk merinci atau menelusuri matarantai spiritual (silsilah), dari sebuah peradaban.

The future of Subud Growth and Spread

“Daripada kamu memikirkan ketidakbaiknya orang lain, atau keburukan orang lain, rasakanlah dirimu sendiri, bagaimana caramu hidup, supaya hidupmu menjadi baik” (1983-9-15-3).

Ini adalah kutipan dari ceramah Bapak 1983. Saya gunakan untuk membuka wacana tentang pertumbuhan dan penyebarluasan Subud dimasa datang, karena saya merasakan kutipan ini penting, dan karena pada tahun-tahun itu, yaitu hampir diseluruh ceramah Bapak di tahun 1983 selalu dianjurkan untuk enterprise. Jadi enterprise bukan untuk orang yang berbakat dagang atau usaha saja, melainkan harus dijalankan oleh seluruh anggota Subud secara gotong royong, bersama-sama, dan dalam kerukunan. Dalam 11 ceramah Bapak di tahun 1983, hampir selalu disisipkan contoh kenyataan tentang S. Widjojo Center. Contoh kedua yang selalu digambarkan ialah tentang rencana akan dibangunnya sebuah hotel lima ster di bilangan Kuningan, yang sekarang menjadi Hotel Regent. Terus terang, membaca ceramah Bapak tahun 1983 membuat saya prihatin, dan mungkin dalam hati menangis. Betapa kecewanya Bapak, karena apa yang beliau impikan ternyata tidak menjadi kenyataan. Tanah tersebut, hotel tersebut dimiliki oleh orang bukan Subud. Mengapa beliau pasti kecewa? Karena di setiap kota dimana beliau beceramah pada tahun itu (1983), entah itu di Cilandak, atau di Bogor yang tentunya dihadiri juga anggota-anggota dari Surabaya, Semarang, Solo, Bandung, ataupun Bogor, beliau selalu mengingatkan; “Kenapa untuk pertemuan kita ini kok harus sewa? Seandainya anggota Subud mau sedikit-sedikit berusaha, maka pasti bisa terwujud sebuah tempat latihan sendiri yang layak. Coba kalau di kota ini ada Hotel dengan lima ster, punya siapa hotel ini? Punya orang Subud!

Tahun 1983, bapak bermimpi untuk Subud memiliki hotel lima ster. Dan ini agar diusahakan oleh anggota Subud. Nah sekarang mampukah kita sebagai orang-orang yang mendapatkan kemurahan latihan kejiwaan turut mewujudkan cita-cita Bapak? Membangun hotel lima ster di kota-kota besar? Barangkali kita bisa memulai dari Jakarta, yaitu bagaimana caranya Hotel Regent bisa kembali menjadi milik Subud. Dibeli lagi? Bisa! Dengan cara lain? Bisa!

Enterprise merupakan titik sentral dari hampir setiap ceramah Bapak. Mengapa itu penting? Rupanya, enterprise adalah sebuah landasan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan Subud yang oleh Bapak telah ditegaskan kembali dalam ceramah bapak di Anugraha, London, 9 Agustus, 1983: “Jadi terang saudara-saudara sekalian, bahwa tujuan Subud yang sebenarnya ialah untuk mensejahterakan rakyat, untuk memperdamaikan rakyat dunia, bukan sesuatu bangsa.”

Dasar dari enterprise adalah Zat, Sifat, dan Asma. Zat artinya kuasa, kuasa tidak akan dapat dilihat, tidak akan dapat dimengerti oleh orang lain, kalau tidak ada sifatnya.

Sifat belum juga dapat dipercaya oleh orang lain kalau belum ada asmanya.

Asma belum juga, masih belum dapat dipercaya kalau belum ada Afa’lnya, kenyatannya.

Mendirikan enterprise memang sukar. Kalau ada sukar tentu ada gampang. Bagaimana caranya gampang? Dandani dulu dirimu! Dirimu supaya jadi diri seseorang yang penuh dipercaya oleh orang lain. Ini dalam lahirnya orang telah dapat nama baik dalam masyarakat manusia. Kalau orang sudah dapat nama baik dalam masyarakat manusia, ooooo, sudah saudara, bukan saudara cari uang, uang cari saudara. Ini telah beberapa kali Bapak katakan inilah afa’al daripada latihan kejiwaan Subud. Semuanya harus dicari tapi dengan tenaga, dengan bekerja.

Karena itu Susila artinya seluruh peradaban manusia, peradaban makhluk. Budhi di dalam diri manusia adalah sebagai petunjuk, pemimpin, guru. Dharma artinya menyerah, karena itu maka didaharmakanlah. Kepada siapa? Kepada Tuhan!

Bapak tidak menyuruh mbrangkang! Apa kodok, kok mbrangkang. Manusia ada akalnya. Lha, ini. Gunakanlah akalmu di dalam akhlakmu, di dalam ingatanmu, supaya kamu dengan itu dapat mempercepat perjalananmu menuju ke tempat mana yang kamu kehendaki. Maka jangan banyak eker-ekeran, jangan banyak omongan, tetapi kerjakan. Tahu-tahu jadi, tahu-tahu dipercaya oleh orang. Itu saja.

Jadi terangnya, saudara sekalian, apa yang telah ada di dalam agama Islam, atau di dalam latihan kejiwaan Subud ini, tidak perlu kita mendahulukan pengaruhnya, yaitu menghendaki supaya anggota-anggota itu bisa banyak atau memperbanyak anggota-anggota, itu tidak perlu dulu. Yang penting, yang penting kita harus sedikit-sedikit dapat memberi teladan kepada umum. Jadi kebaktian kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pengakuan kita yang Subud, Susila Budhi Dharma, dapat diwujudkan dengan nyata sehingga orang percaya baik lahir maupun batin.

Karena itu, saudara sekalian, maka apa yang telah Bapak dengungkan: enterprise itu penting dan perlu sekali bagi saudara sekalian, mengingat kebutuhan kita persaudaraan. Persaudaraan Susila Budhi Dharma, tidak akan diterima oleh masyarakat agung, masyarakat umum, masyarakat besar, sebagai sesuatu pendirian yang benar-benar memikirkan, merasakan kebutuhan rakyat dunia. Oleh karena itu sangat dibutuhkan sekali, agar kita di dalam Subud ini, peraudaraan Subud ini, berpendirian, atau isi di dalamnya benar-benar, yaitu sesuatu yang dikatakan sosial. Boleh ditambahkan sosial demokrat. Tetapi yang pertama sosialnya.

Inilah saudara sekalian, gunanya latihan kejiwaan Subud ini, apabila saudara-saudara benar-benar dapat meratakan. Bapak merasa tidak mungkin karena Bapak ini orang satu tidak bisa meratakan; karena itu maka Bapak menyalurkan ini kepada sekalian saudara-saudara, agar dari saudara-saudara ini nanti yang bertindak, yang melakukan, sariatnya, berikanlah contoh saudara-saudara, contohnya. Saudara-saudara sendiri harus dapat memperbaiki dirinya sendiri. Kalau saudara sendiri belum kelihatan baik, belum menunjukkan kebaikannya, belum menunjukkan tingkah lakunya yang utama, bagaimana bisa diturut, bagaimana bisa menarik orang lain.

Hakikat hanya bisa dicapai lewat sabar, tawakal, dan ikhlas. Sabar artinya jangan ada rasa kecewa, jangan ada rasa iri, jangan ada rasa membanding-bandingkan dengan ini dan itu umpamanya. Tawakal artinya andaikata terjadi apa-apa, apa yang telah dilihat, apa pula yang telah didengar, dan apa pula yang telah dirasakan, itupun juga jangan dipedulikan selain diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, artinya diserahkan lagi seperti tadi, hanya Tuhan Yang Maha Esa. Lantas ikhlas, arti ikhlas apabila terjadi kadang-kadang saudara pada saat akan melakukan latihan, ingat kepada saudaranya yang krisis, upamanya begitu, sehingga kuatir-kuatir nanti aku krisis dan sebagainya, juga tidak perlu dirasakan demikian. Jadi saudara yang sungguh-sungguh mantap, sungguh percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada lain, artinya ikhlas.

Jadi manusia itu bikin kesalahan bagi dirinya sendiri, inilah saudara-saudara sekalian, maka pentingnya orang bakti kepada Tuhan, apalagi pentingnya latihan kejiwaan Subud ini yang manusia sedikit demi sedikit akan dapat tahu bagaimana salahnya dirinya sendiri, karena itu saudara akan dapat tahu apa salah tindakannya. Saudara akan dapat tahu benarnya tindakannya, saudara akan dapat tahu bagaimana saudara itu sebenarnya, inilah namanya manusia, manusia dari kata-kata tritunggal: tiga kata-kata: rasa, rahsa, dan kuasa, yaitu Subud, Susila Budhi Dharma.

Jadi Susila itu apa yang telah menjadi olah tingkah manusia, Budhi adalah kekuasaan, adalah guru di dalam diri saudara sekalian, itu akan tercapai apabila saudara Dharma kepada hidupnya atau Dharma kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu menyerah sungguh-sungguh, tawakal, dan ikhlas.

Jadi ceramah Bapak ini, saudara sekalian, kecuali mengenai agar saudara lebih terang menerimanya, juga supaya saudara rukun. Rukun antara pembantu pelatih, yang tua dengan yang muda, pembantu pelatih tua muda dengan para pengurus yang tua yang muda, dan rukun pula dengan anggota-anggota yang tua dan yang muda.

Apa sebab sehingga sekarang ini saudara-saudara yang masih muda Bapak jadikan, Bapak tunjuk sebagai pembantu pelatih? Agar memiliki perasaan, bahwa tidak adan bedanya saudara, antara pembantu pelatih, pengurus, dan anggota. Dan tidak ada bedanya pula antara yang tua muda, dan tiga golongan atau tiga bagian itu. Jangan ada sangka, jangan ada kira, atau jangan ada perkiraan, bahwa kalau sudah lama, lebih dapat menerima atau lebih faham tentang Subud. Tidak, saudara. Yang faham tentang Subud itu hanya satu: Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan saudara sekalian di dalam hidupnya di dunia ini dapat dikatakan dalam perjalanan. Dalam perjalanan menuju ke hidup sesudah mati.

Jadi terang saudara sekalian, baha Tuhan menciptakan manusia benar-benar konsekuen, cocok dengan kata-kata Subud, artinya: jumbuh. Karena itu, maka pikiran dan hati itu tidak boleh dipercaya. Sekarang katanya, iya, besok sudah lain. Jadi rasa yang menjadi dasar. Oleh karena itu, maka walaupun itu bukan sesuatu yang sama dengan kebiasaan manusia hidup di dunia, toh dapat kita rasakan. Ini. Jadi semua itu konsekuen, saudara. Sesuatu ilmu yang tidak bisa dirasakan kenyataannya, jangan diikuti. Itu khayal namanya.”

Kutipan-kutipan ceramah diatas saya ambil dari ceramah Bapak tahun 1983 yang dikumpulkan menjadi buku ceramah seri 9. Kumpulan tersebut sengaja saya kutip secara acak menurut penerimaan saya saat itu. Menurut saya, dalam ceramah Bapak sepanjang tahun itulah terlatak dasar-dasar budaya yang legal dan otentik. Tahun-tahun itu sepertinya mengandung sebuah harapan tetapi juga keadaan was-was bahwa apa yang menjadi cita-cita Bapak belum tentu bisa terwujud. Oleh karena itu dalam sepanjang tahun 1983, ceramah Bapak seakan berisikan sebuah wanti-wanti yang disertai semangat hendak mewariskan estafet kepemimpinan kepada para pembantu pelatih. Initinya bisa kita petik sebagai pasemon yang mestinya generasi waktu itu bisa tanggap ing sasmita terhadap apa yang dituturkan oleh Bapak dalam ceramah-ceramahnya tadi. Berikut ini, saya kutipkan lagi ceramah bapak di Aula Biotrop Bogor, 24 Maret 1983:

Jadi kalau saudara dikasih pacul sama Tuhan itu jangan ditinggalkan diam saja paculnya, untuk disembah-sembah. Jangan! Kerjakan sesuatu dengan pacul itu. Apa artinya pacul ini? Jadi terangnya kalau sudah tidak mengerjakan segala sesuatu di dalam diri saudara, saudara tidak akan mengerti kehendak Tuhan pada diri saudara-saudara sekalian. Siapa kira, Pele dengan kakinya dapat honorarium tidak sedikit, sampai 5-6-7 juta dolar. Kakinya, kaki saudara, dapat apa? Dicatek asu?

Jadi kalau benar-benar ini saudara-saudara kerjakan, saudara-saudara akan tahu hikmahnya, tahu manfaat. Inilah hasil daripada latihan kejiwaan Susila Budhi Dharma.

Kira-kira sudah 20 tahun saya tunggu kok diam-diam saja. Kalau saudara latihan cuma ngek-ngok-ngek-ngok teruuus. Ya wis latihan ya sudah latihan, ya sudah benar-benar latihan, tapi kok ora isi-isi latihane. Jadi saudara itu ibarat nanem pohon sudah 20 tahun belum keluar buahnya. Kok ora keluar, mbok yo .... kuwi dudu, kumi lowo kuwi. Sing obah-obah iku lowo karo kalong.

Frase diatas tersebut menggambarkan betapa Bapak merasa lama sekali menunggu buah latihan dari orang-orang. Kerisauan, kegundahan, kekecewaan, dan mungkin juga kemangkelan, kenapa masih juga harus disandang oleh Bapak yang usianya juga sudah 83 tahun? Apa yang salah dalam latihan kejiwaan? Apa kurangnya keterangan-keterangan yang dituturkan Bapak dalam ceramah-ceramahnya? Pertanyaan ini siapa yang wajib menjawab? Yang berhak menjawab? Setiap orang Subud!

Saya sangat setuju dengan gagasan Pak Haryono tentang kebudayaan dalam Subud. Memang Subud adalah individu manusianya. Dengan demikian jikalau ada sejuta anggota Subud maka akan ada sejuta kebudayaan, tetapi itu kebudayaan individu. Tidak mungkinkah ada kebudayaan kelompok atau dalam hal ini adalah kebudayan Subud. Mengapa kita harus takut untuk mengangkat isu tersebut?

Kebudayaan berasal dari kata budaya, mendapat awalan ke, dan akhiran an. Budaya artinya budhi (tembung aran, dudu budi kang ateges tembung wasesa), nalar, angen-angen, panemu.

Kabudayan ateges: wohing budaya, wedaring budaya, babaring nalar pambudi, wohing pangolah lakuning utawa dayaning budi.

Jadi terangnya kebudayaan yang berkejiwaan adalah merupakan wohing pambudi yang memiliki jiwa atau memiliki ruh. Pambudi dalam bahasa Indonesia barangkali bisa diterjemahkan sebagai kebiasaan melakukan secara terus-menerus. Kebiasaan yang dilakukan terus menerus akan melahirkan budaya. Orang yang terus-menerus proaktif akan memiliki budaya proaktif, sedangkan orang yang selalu reaktif akan memiliki budaya reaktif. Jadi kebudayaan boleh juga disebut sebagai kebiasaan yang sudah mendarah daging.

Apa perlunya kebudayaan dalam sebuah komunitas, jika ia sebagai wohing laku dan dayaning pambudi? Kebudayaan secara intrinsik adalah sebuah wahana untuk membangun sebuah dinamika organisasi, baik dalam bentuk sederhana seperti keluarga, trah, desa, negara, maka lalu ada pepatah yang berbunyi: “ desa mawa cara, negara mawa tata” yang artinya untuk mengatur desa ada caranya tersendiri, dan untuk mengatur negara ada cara menatanya sendiri. Artinya setiap keadaan atau jaman, dan bagian dari komunitas memerlukan budaya tersendiri untuk mengatur dan menatanya. Dengan kata lain organisasi sekecil apapun diperlukan budaya untuk menata dan mengatur kehidupan agar cita-cita organisasi tersebut bisa tercapai. Dengan demikian sesungguhnya kebudyaan diperlukan sebagai alat untuk menunjukkan arah dan mewujudkan cita-cita dari sebuah komunitas.

Dengan demikian kebudayaan mempunyai daya untuk mempengaruhi sebuah gerakan ke arah apa saja yang diinginkan. Akan tetapi, kebudayaan yang dikatakan memiliki nilai tambah bagi organisasi jikalau ia mengemban dan melaksanakan hukum tabur-tuai dan membuat organisasi itu kreatif, produktif, dan efektif. Kreatif, produktif, dan efektif artinya organisasi tersebut mempunyai banyak gagasan, banyak tindakan, dan berhasil guna. Dalam bahasa hukum tabur-tuai bunyinya adalah: “menabur gagasan¾menuai tindakan, menabur tindakan¾menuai kebiasaan, menabur kebiasaan¾menuai keberhasilan. Inti pokok dari gagasan ini adalah bahwa kebudayaan harus diciptakan untuk mendorong dinamika organisasi agar berjalan melompati kuantum pertumbuhan.

Budaya menggunakan waktu misalnya, ternyata mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perubahan kehidupan manusia. Dari sejak pertama ditemukan manajemen waktu pada tahun 50-an hingga 50 tahun kemudian, yaitu di akhir abad 20 telah lahir manajemen waktu generasi keempat. Tetapi mengapa masih banyak orang yang menngunakan manajemen waktu generasi pertama? Itulah masalahnya.

Kebudayaan memiliki kausalitas dan kekhasannya masing-masing. Tergantung genre apa yang melahirkannya dan untuk apa. Namun dalam alam yang semakin moderen, dimana wacana kesejagatan telah melumpuhkan segi-segi humanitas, maka humanitas itu sendiri tengah tergagap-gagap mencari ruang untuk bermetamorfosa. Humanitas tidak lagi dipandang sebagai wacana yang harus disikapi dan dibenihkan sehingga suatu waktu bisa menghasilkan sebuah tatanan kehidupan yang lebih sosial demokrat, tetapi sekarang ini justru tengah tercarut ke dalam ambiguitas yang tak jelas sebab-musababnya. Barangkali saja jika kita boleh menggunakan pendekatan fenomenologi, maka ambiguitas tersebut terjadi karena umat manusia tak lagi mampu berperan sebagai aktor, melainkan sebagai reaktor. Ujung-ujungnya, orang lalu saling menuduh tanpa tahu apa yang dituduhkan. Orang saling mengadili, tanpa tahu apa yang harus dibuat adil. Pendek kata, kegagapan spiritual tak bisa lagi bisa diobati dengan syair dan nyanyian para sufi, ia hanya bisa dikalahkan oleh kekuasaan Tuhan. Tetapi mengapa Tuhan tak jua turun tangan menuntuaskan persoalan dunia?

Berkaitan dengan cita-cita Subud untuk mensejahterakan rakyat dan mendamaikan bangsa sedunia, maka jika Subud tak memiliki budaya yang kuat, ia akan sama saja dengan isme-isme lain yang gagal menggenggam dunia. Betapapun suci niat kita, dan betapapun mulianya tujuan kita, bila kita tak kenal budaya kita sendiri, mana mungkin kita bisa mengukur sejauh mana kita akan berperan. Polarisasi antara Susila dan Budhi seharusnya melahirkan ketegangan yang justru perlu untuk kita kreatif menemukan cara bagaimana seharusnya kita bertindak. Barangkali saja selama ini kita belum bisa menemukan apa budaya yang cocok untuk kita. Sesungguhnya, kebudayaan hanya bisa lahir atas sebuah kebutuhan untuk berubah, untuk pembaharuan, dan untuk pertumbuhan. Pertama-tama kita perlu bertanya kepada diri sendiri: perlukah kita berubah, perlukah kita melakukan pembaharuan, dan perlukah kita tumbuh? Jika jawabannya ya, maka selangkah lagi kita perlu menggali sumber inspirasi yang mampu menjadi pendorong, semangat untuk berubah, dan arah yang ingin dituju. Dengan demikian kita memerlukan seorang pemimpin yang tak hanya bisa menunjukkan arah mana yang mesti ditempuh, tetapi juga mampu menjelaskan dengan apa menempuh arah itu. Intisarinya adalah perlunya organisasi yang visioner untuk tetap survive dalam kondisi yang sekacau apapun dengan semangat tim. Inilah yang diimpikan oleh Bapak. Sebuah keadaan kehidupan yang rukun diantara anggota Subud, yang mempunyai enterprise yang berhasil sehingga bisa menjadi contoh bagi orang lain, bagi masyarakat besar, bagi masyarakat agung. Dengan demikian kebudayaan Subud perlu dirumuskan untuk diwujudkan menjadi kenyataan. Kebudayaan tersebut jangan sampai justru menjadi batu sandungan ataupun rantai belenggu yang sulit kita lepaskan. Maka perlu suatu penyelaman ke dalam dasar citra yang sudah digariskan oleh Bapak.

Saya melihat bahwa budaya Subud mempunyai 3 pilar utama kebudayaan yaitu: Kedaulatan Illahi, Kedaulatan Alam Semesta, dan Kedaulatan Akal Pikiran.

Kedaulatan Illahi adalah sebuah kodrat atau kekuasaan Tuhan yang makarti di dalam diri manusia. Kekuasaan Tuhan yang makarti di dalam diri manusia sifatnya mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Tetapi kemewujudan kekuasaan Tuhan tersebut, (tanazzul, Turunnya Wujud dengan Penyingkapan Tuhan, Ini adalah turunnya Yang Mutlak dari Kegaiban ke Alam Penampakan melalui berbagai tingkatan perwujudan), tanpa diikuti oleh usaha manusia, maka tidak akan menghasilkan buah apa-apa. Inilah inti dari latihan kejiwaan.

Kedaulatan alam semesta adalah kekuasaan daya-daya yang ada di dalam alam semesta. Ia berupa daya-daya rewani, daya-daya nabati, daya-daya hewani, dan daya-daya manusia. Kekuasaan daya-daya ini sebenarnya hanyalah sebagai pembantu manusia, tetapi karena kelemahan manusia maka manusialah yang dijajah oleh daya-daya ini. Karenanya kedaulatan alam semesta mestinya hanyalah sampai pada batas sebagai pembantu manusia untuk baktinya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kedaulatan akal pikiran merupakan kecakapan aqliyah atau kemampuan akal pikiran untuk mengubah benda-benda alam menjadi benda kebudayaan. Disini terkandung hakikat: “yang mengetahui yang lain adalah bijaksana¾yang mengerti dirinya sendiri adalah cerah”. Inilah dasar dari segala enterprise.

Kendati hati dan akal pikiran adalah sumber nafsu, jika telah dibimbing oleh kekuasaan Tuhan maka ia bisa menjadi sumber ilmu, yang berarti adalah sumber kebijaksanaan dan sumber pencerahan. Sehingga kearifan bisa dicapai dan manusia tiada lain adalah utusan Tuhan yang kembali ke segala ciptaan dengan cinta, dengan kemurahan, dengan kehormatan, dan dengan kemuliaan.

Tritunggal tersebut adalah merupakan sumber inspirasi dan sumber pencarian bagi Sang Penempuh Jalan Spiritual. Di dalamnya terkandung beribu-ribu tangga kenaikan menuju Sang Sumber. Di sana juga ada seribu rembulan, yang berarti juga seribu matahari. Ia adalah lintasan-lintasan para pengembara, yang dengannya Tuhan coba membangkitkan kesadaran lewat latihan kejiwaan. Susila Budhi Dharma sebenarnya telah mengajarkan adab yang sempurna bahwa hamba tetaplah hamba, dan Tuhan tetaplah Tuhan. Berikut adalah prasetya saya sebagai murid Susila Budhi Dharma:

Aku ini milik Tuhan dan selalu mengabdi pada kehendak Tuhan.

Aku tidak akan memiliki yang berlebih, segala yang berlebih akan aku kembalikan kepada Tuhan melewati alam dan kebudayaan, dengan kesadaran bahwa aku harus dermawan di dalam pikiran, dalam perasan, dalam jiwa, dalam perkataan, dan dalam perbuatan.

Aku setia pada hati nuraniku.

Aku setia pada jalannya alam.

Aku hidup dengan menjunjung tinggi dan selalu terlibat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan.